![]() |
Pagi itu aku memesan ojek online untuk mengantarku ke Terminal Purabaya. Sesampainya di
terminal, aku langsung menuju Musholla dan menunggu teman-teman. Rupanya mereka
belum ada yang datang. Aku pun menunggu. Di sekelilingku banyak orang yang juga
sedang menunggu. Ternyata aku tak sendirian. Sekitar setengah jam, mereka pun datang.
Kita pun berangkat.
Here we go...
Perjalanan dimulai!
Libur dobel akhir pekan. Membuat lalu lintas ke arah
Malang macet parah. Jadwal kami akhirnya molor. Harusnya kami datang pukul
sebelas, tapi setengah dua kami baru sampai. Padahal makan siang sudah
terhidang di meja agak lama. Kasihan, makanan pun dingin. Kami disambut oleh Bu
Wina dan Pak Yoes yang langsung menyuruh kami menyantap menu istimewa. Ada nasi
jagung, sambal terong, ikan asin, tahu tempe, dan beberapa menu lain. Aku
sebenarnya ingin nambah, tapi malu hehe.... kalian tahu minumnya apa? Pasti
tebakan kalian salah. Jrenggg… ini dia minumannya, jamu sinom dan beras kencur
yang dijamin bikin ketagihan. Alami sekali kawan.
Usai makan siang, kami dipersilakan beristirahat di
penginapan untuk tamu. Pondok bambu beratap ilalang yang antik. Dindingnya pun
terbuat dari anyaman bambu, Gedheg
kalau orang jawa bilang. Di dinding depan dihiasi banyak capil cantik yang dilukis warna-warni. Aku tak tahu siapa yang
melukis, mungkin Pak Yoes (suami Bu Wina), beliau kan pelukis.
Senja pun tiba. Kami bergantian membersihkan diri. Saat
matahari terbenam sempurna di ufuk barat, terdengarlah suara adzan. Kami
bergegas pergi ke Masjid. Namun aroma wangi kenanga meruap di udara menghampiri
hidung kami. Membuatku merinding, teringat bunga tabur di makam. Mau tak mau
pikiranku membayangkan hal-hal menakutkan. Para dedemit dan kroni-kroninya. Semakin kami
berjalan, aroma ini semakin kuat. Fenomena ini akan terjawab keesokan paginya.
***
Pagi yang cerah. Setelah tadi malam hujan turun membasahi
kampung ini. Ditambah listrik mati dua kali yang menyebabkan kami harus belajar
dalam kegelapan di gazebo. Materi travel
writing yang disampaikan Bu Wina harus diterangi cahaya dari senter HP.
Kami takzim mendengarkan. Sesekali kami tertawa atas guyonan yang dilontarkan
beliau. Syukurlah, ditengah kekhusukan kami mendengarkan materi, listrik
akhirnya menyala kembali. O iya, sebelumnya kami disuguhi makan malam yang mak nyuss ditambah ada kolak durian yang
aduhai, menggoda lidahku. Tapi sayang aku tak sempat mencicipi kolak itu.
Perutku sudah tak muat.
Pagi ini jadwal kami harusnya dimulai dengan senam pagi.
Tapi apa daya, kasur dan bantal empuk terlampau menggoda untuk diabaikan. Usai
sholat shubuh, kami malas-malasan di kamar. Akibatnya ya kalian tahu
sendirilah, kami terlelap lagi meski sebentar. Temanku si gondrong Along bangun
paling belakangan. Tapi mungkin teman-temanku yang perempuan lebih disiplin.
Entahlah, sebab kamar kami terpisah.
Pukul setengah tujuh pagi. Pak RT yang akan mengantar
kami menyusuri sungai telah siap. Ya, dialah guide kami. Orangnya ramah, tak banyak bicara dan murah senyum.
Setiap kami bertanya pasti dijawab dengan diiringi senyuman. Bu Wina sedang
sibuk merekam sebelum kami nyemplung
ke sungai.
Kami berjalan perlahan melewati beberapa rumah. Kemudian
melewati jalan setapak kecil. Pohon-pohon tinggi menjulang. Kalian tahu itu
pohon apa? Itulah pohon kenanga. Puluhan bahkan ratusan pohon berjajar di
sepanjang jalan yang kami lewati. Kata Pak RT, setiap sore menjelang Maghrib,
seluruh kampung akan mencium wangi bunga kenanga. Kegelisahanku kemarin sore
terjawab. Bukan aroma mistis ternyata. Aku tertawa dalam hati, ingat
ketakutanku kemarin. Ini aroma wangi yang menjadi salah satu penggerak roda
ekonomi. Kampung ini menjadi sentra penghasil bunga kenanga. Kalau kalian beli
bunga di Pasar Kembang Surabaya, nah, dari sinilah bunga kenanga itu. Ada juga
yang membuat minyak wangi dari bunga kenanga ini. Namun sayang, kami tak bisa
mampir untuk melihatnya.
Kami terus melangkah. Aku menghirup napas panjang.
Mengisi paru-paruku dengan oksigen bersih pegunungan. Mataku pun terasa lebih sehat, sebab sedari tadi Jalan masih basah dan
licin, sisa hujan semalam. Setelah melewati jalan menurun yang agak terjal,
sampailah kami di sungai. Sungai ini diapit oleh tebing tinggi yang ditumbuhi
berbagai jenis tanaman. Sungai ini lebarnya hanya tiga meter dan dangkal namun
arusnya deras. Jika lebih lebar, mungkin bisa dipakai arung jeram. Banyak
batu-batu besar di tengah sungai. Teman-temanku mulai sibuk foto-foto sambil
senyum-senyum.
Lain lagi dengan Bu Aisya yang takut-takut masuk ke air.
Trauma katanya. Dulu waktu kecil ia pernah tenggelam di sungai. Ditambah lagi kacamatanya ketinggalan. Maka aku dan
Saif yang mengawalnya. Ketegangan membuat tenaganya cepat terkuras. Beberapa
kali kami harus istirahat.
Dua jam kami menyusuri sungai dengan jarak tempuh sekitar tiga kilometer. Seru sekali. Kami jadi
lebih kompak, saling membantu. Jika ada yang terpeleset, teman yang lain
membantu. Dan kini tibalah kami di air terjun. Tingginya sekitar delapan meter.
Ini saatnya aku mandi di bawah guyuran shower
alami. Aku mandi dulu ya?. Kalian mau ikut?.
Usai mandi di air terjun, kami berfoto bersama. Tak
ketinggalan, Pak RT pun kuajak berfoto. Selesai sudah acara susur sungai ini.
Saatnya kami kembali ke Omah Padma. Hamparan sawah berundak atau terasering terpampang di sisi sungai di
jalan yang kami lewati. Kami tak lewat jalan yang sama. Hingga sampailah kami
di rumah Pak RT. Ternyata istrinya telah menyiapkan makanan untuk kami. Tunggu
apalagi! Mari berpesta kawan.
Siang hari. Saatnya berpamitan. Sedih rasanya. Kami harus
balik ke Surabaya, kembali terpenjara dalam rutinitas yang menyiksa. Waktu
memang terasa begitu cepat berlalu jika kita merasa senang. Padahal aku masih
kerasan di sini. Jauh dari polusi dan bising kendaraan. Jauh dari gemerlap tipu daya dan kepalsuan. Jauh dari gedung-gedung yang meruncing menantang langit. Bahasa kerennya mungkin
menyatu dengan alam. Pikiranku terasa lebih fresh
dan hatiku pun lebih lapang. Hiperbolis sekali ya?
***
Apa kalian sudah merasa penasaran?
Akan kuberitahu rute kesini. Oke, simak baik-baik ya!
Omah Padma, berada di Dusun Semambung, Desa Capang, Kecamatan
Purwodadi, Pasuruan. Dibangun satu tahun yang lalu oleh Bu Wina dan Pak Yoes. Diatas lahan seluas 3000m², telah berdiri tiga bangunan utama yang masing-masing memiliki fungsi sesuai perencanaan. Rute
kesini mudah dan murah, kalau kalian dari Surabaya seperti aku, kalian hanya
perlu naik bus dari Bungur lalu turun di depan rumah makan Sederhana. Nah, di
seberang jalan ada pangkalan ojek. Kalian tinggal bilang minta diantar ke Omah
Padma dan jangan lupa bayar sepuluh ribu. Maka sampailah kalian di Omah Padma.
Tinggal ketuk pintu dan bilang assalamu’alaikum. Beres.
Terus apalagi ya? O iya, waktu yang tepat kalian kesini.
Nah, untuk waktu yang tepat, tergantung kalian sih sebenarnya. Kapan saja
boleh. Tapi aku sarankan mending pilih waktu saat musim kemarau saja dan yang
paling penting pas kalian libur bekerja. Jangan lupa ajak keluarga kalian.


Komentar
Posting Komentar