Langsung ke konten utama

NYEKAR DI MAKAM SIMBAH


Pagi ini sehabis subuh. Aku dan kakak sepupuku sepakat untuk berangkat ke Nganjuk. Kami ingin nyekar/ berziarah ke Makam simbah. Harusnya kemarin aku pulang, tetapi tidak jadi. Maka, pagi inilah rencanaku berhasil kuubah menjadi kenyataan. 

Makam desa ini tanahnya becek sepertinya sisa hujan kemarin. Banyak daun-daun trembesi yang gugur mengotori permukaan tanah makam. Petugas makam mungkin lupa membersihkan atau memang sengaja dibiarkan agar anak cucu Sohibul makam lebih peduli dan punya inisiatif untuk menyapu dan memungut dedaunan itu. 

Hari ini, sehari menjelang Ramadan. Banyak orang membawa tas kresek berisi bunga tabur. Rasanya memang tidak lengkap jika sowan dengan tangan kosong. Orang-orang sibuk berdoa, melanjutkan harapan-harapan baik untuk sanak keluarga yang sudah lebih dulu "pulang" ke kampung asal. Alam ruh, barzah. 

Simbahku telah lama berpulang. Mungkin "di sana" beliau juga sedang bersiap menyambut datangnya ramadan. Bulan dilipatgandakannya segala kebaikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Simbok di Pasar

ilustrasi: google Pagi menjelang. Embun masih enggan mengering dari dedaunan. Matahari masih belum menampakkan sinarnya. Seorang Ibu yang sudah sepuh menggendong rinjing (keranjang bambu) memasuki pasar untuk menggelar dagangannya. Disertai doa dan harapan agar banyak yg membeli barang dagangannya hari ini. Dari raut wajahnya, menunjukkan ketegaran hati, rasa optimisme dan semangat juang yg gigih dalam mencari nafkah. Dagangannya berupa sayur-sayuran. Ada jagung, sawi, kangkung, tomat, dan cabe juga pisang kepok. Ia gelar tikar. Satu persatu sayur mayur ia keluarkan dari rinjing. Ia tata rapi di atas tikar. Saya pun berjalan mendekati beliau. "Mbok, pisang kepok'e setunggal cengkeh pintenan?" Tanya saya seraya memilih pisang kepok. "Sepuluh ewu nak," jawab Simbok. Sembari memilih, saya ajak beliau ngobrol. "Rumahnya mana mbok?" "Saya aslinya Babat Lamongan." "Wis suwe mbok jualan dipasar sini?" "O...

Kisah Cinta Arimbi

Sumber: google Alkisah dalam dunia pewayangan diceritakan bahwa Pandawa dan Ibunya diusir ke hutan oleh kurawa setelah kalah berjudi untuk ke sekian kalinya. Maka, berangkatlah mereka menuju hutan. Setelah mendaki bukit, menuruni lembah, memutari gunung tapi untungnya tidak memanjat tebing. Karena mereka memang bukan anggota MAPALA. Mereka terus berjalan tanpa henti seperti lagunya Nidji. Hingga sampailah mereka di hutan yang amat lebat. "Ora koyok saiki, alase wis gundul, plontos." Pandawa dan Ibundanya memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon kelapa. Eh bukan dink, pohon beringin kayaknya. Mereka tak menyadari kalau ternyata hutan ini masuk kawasan Perhutani kerajaan Pringgadani. Sang Raja bernama Prabu Arimba, raksasa yang lebih besar dari Hulk, mungkin seukuran patung liberty. Sebab, Pringgadani memang negerinya kaum raksasa.