![]() |
Ilustrasi: http://jabar.tribunnews.com/2017/06/19/ ingin-coba-main-biola-nih-7-tips-cara-main-biola-untuk-pemula |
Nah saudara saya ini adalah pemain ketipung atau kendang untuk Orkes Dangdut. Dia ingin pesan kulit untuk kendangnya. Namun tak disangka setelah ngobrol agak lama, ternyata Pak Acil mengeluarkan biola. Tak disangka, beliau sekarang jadi pemain biola dan tergabung dalam grup gambus atau kasidah.
Baru kali ini saya melihat wujud biola di depan hidung sendiri. Saya minta izin untuk memegangnya. Beliau pun memperbolehkan, kemudian iseng-iseng saudara saya ini nyeletuk omongan katanya saya kepingin punya biola, padahal sih memang iya. Pak Acil ternyata punya lima biola. Tapi beliau belum berniat menjualnya. Saya memang belum beruntung saat itu.
Keinginan saya masih ada, namun saya pendam. Sampai beberapa bulan lalu, salah seorang teman saya di FLP yaitu Oky yang sekolah musik di UNESA, mengiringi saya membaca Puisi dengan biolanya. Wah, hampir saja saya ngiler melihat biola itu. Lalu saya ajak dia ngobrol. Saya tanya dia, apa ada biola bekas yang agak murah, saya berniat beli. kata saya waktu itu. Dia berusaha untuk mencarikan katanya, coba ditanyakan ke temannya barangkali ada yang berniat menjual. Setelah dua minggu saya tunggu, ternyata belum ada kabar. Saya coba bergerilya sendiri dan mencari di OLX, disana banyak iklan biola bekas, tapi kata Oky jelek kualitasnya. kemudian saya menunggu lagi sekitar satu minggu.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Akhirnya ada kabar dari Oky bahwa temannya ada yang berniat menjual biola. Langsung saja saya hubungi dia setelah dapat nomor teleponnya dari Oky. Ternyata anak Sampang Madura, teman SMA si Oky.
Setelah nego, dan dia mengiyakan. Maka tak menunggu lama, saya mengajak teman untuk COD ke Bangkalan. Kami pun meluncur. Saat melintasi Jembatan Suramadu, hujan turun dengan derasnya, terpaksa kami berbasah ria. Waktu itu hari senin saya masih ingat betul. saya dan Nanang sedang puasa sunnah. Usai menyeberang Jembatan Suramaadu, kami mencari tempat berteduh. Kami tak kuat lagi dinginnya angin dan hujan. Kemudian selang satu jam hujan pun reda. Kami melanjutkan perjalanan. Tinggal sedikit lagi kawan.
Saya dan Nanang menunggu si penjual yang saya lupa namanya di POM bensin, setelah saya tunggu ternyata dia tak muncul-muncul juga. Kemudian saya WA dia, katanya masih agak jauh, bukan POM bensin itu, tapi yang satunya lagi. Oalah, kami harus jalan lagi sekitar lima kilometer. Akhirnya ketemulah POM bensin yang dimaksud itu. Dia menunggu sambil enak sekali menikmati kopi di warung belakang POM bensin yang sedang direnovasi itu. Usai berbasa-basi sebentar, terjadilah transaksi itu. Ya Tuhan, akhirnya saya punya biola. I Love You Tuhan. Engkau Maha Baik. O iya, sepeda motor Jupiter Z juga berjasa mengantar saya menjemput biola ini ke pulau seberang. Makasih ya Jup.
***
Merknya Scott-Cao 168. Lumayan bagus sih menurut si Oky. Dulunya memang beli barunya sama Oky di Melodia Surabaya, jadi tahu betul kualitasnya. Senang sekali rasanya mempunyai biola. Alat musik yang selama ini saya idam-idamkan. Memang kelihatan keren orang yang bisa main biola, menurut saya. Kelihatan elegan dan berkelas hehe...
Sampai rumah, saya sudah tidak sabar ingin menggesek-gesek mainan baru saya ini. Pertama-tama saya sapa (dia) dan saya elus-elus. Malam harinya, saya ajak tidur bareng tuh si Biola. Sambil saya selimuti pula, agak sinting ya?. Namanya juga lagi bahagia, sebuah keinginan yang akhirnya kesampaian.
Awalnya saya agak malu-malu belajar memainkannya. Namanya orang baru belajar dari nol ya pasti suaranya amburadul ora karuan. Saya malu kalau didengar tetangga. Suaranya kan lumayan keras dan membuat semriwing di telinga. Jadi saya gesek pelan. Youtube sangat berjasa dengan tutorial-tutorial yang amat beragam. Susah memang belajar biola. Tapi saya tidak menyerah (harus itu bro). Hingga sampai tiga bulan saya belajar setiap hari. Mulai dari belajar memegang bow atau stik biola, menjepit pantat biola dengan dagu dan bahu kiri dan tidak boleh jatuh jika tangan dilepas, menggesek tiap senar dengan perlahan, dst.
***
Hingga bulan keempat. Takdir pun berkata lain sodara (halah, sok dramatis). Hehe...
Tibalah waktunya untuk perjalanan ziarah wali. Setiap tahun memang ada agenda rutin sowan atau bersilaturahmi ke makam Para Wali. Nah, pada waktu itu ekonomi lagi melemah, dompet menipis, uang tinggal recehan. Sebab, seminggu sebelumnya saya baru pulang dari Bima (baca di sini). Usaha pinjam uang ke teman juga nihil. Apa boleh buat, demi sesuatu yang lebih penting dan sudah menjadi rutinitas, akhirnya dengan agak berat hati saya jual biola itu. Tapi it's ok, hanya sebuah biola, mengalah untuk prioritas yang lebih urgent. Nanti suatu saat saya pasti bisa membeli lagi, dan pastinya lebih bagus dan baru. No second.
Komentar
Posting Komentar