Langsung ke konten utama

Ziarah ke Makam Sunan Giri

Kalian tahu kan Sunan Giri?. Beliau adalah salah seorang Wali Songo. Untuk lebih jelasnya tentang riwayat beliau, silakan baca buku2 sejarah Islam. Kalau saya yang cerita, entar saya jadi guru sejarah hehe..

Saya lupa kalau malam ini adalah malam jum'at legi. Karena minggu kemarin saya nggak ikut ziarah. Biasanya saya dan kawan-kawan rutin berziarah ke sini tiap malam jum'at. Yupz, malam jum'at legi adalah malam spesial bagi peziarah di makam Sunan Giri. Karena, bagi orang Jawa ini adalah malam yang membawa berkah. Terutama bagi kebanyakan para peziarah. Seperti biasanya, di malam jum'at legi ada Cak Eko yang membawa mobil antik kesayangannya (kami sih menyebutnya Pajero hehe..) yang mengantarkan kami berziarah. Kali ini, personil kita kurang lengkap karena momok dan priyo nggak
ikut. Jadi, kami berenam yang berangkat.



(Akhirnya, sampai juga di TKP hehe..)

Bisa dipastikan, setiap kamis malam jum'at legi di sini ramai sekali. tempat parkir mobil sampai penuh hingga harus di parkir di pinggir jalan.
Ada yang salah kaprah menurut saya ketika orang-orang berziarah ke makam para Wali. yaitu tentang tujuan mereka berziarah. Banyak orang yang menjadi pemuja makam alias mengkultuskan para wali tersebut.

Ketika mereka berdo'a, kan harusnya kepada Tuhan bukan kepada sesama manusia. Saya akui, memang ada ajaran yang namanya Tawasul / Wasilah yaitu berdo'a lewat perantara orang-orang sholeh. tapi dalam prakteknya terjadi penyimpangan. Ada orang yang ingin dagangannya laris, ingin naik pangkat, ingin kaya dsb. Ziarah adalah salah satu bentuk ibadah, jadi niat kita harus benar-benar bersih. Wallahu a'lam. 

"ditulis diperjalanan ke Giri,
di dalam Mobil Pajero tgl 11/04/2013"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NYEKAR DI MAKAM SIMBAH

Pagi ini sehabis subuh. Aku dan kakak sepupuku sepakat untuk berangkat ke Nganjuk. Kami ingin nyekar/ berziarah ke Makam simbah. Harusnya kemarin aku pulang, tetapi tidak jadi. Maka, pagi inilah rencanaku berhasil kuubah menjadi kenyataan.  Makam desa ini tanahnya becek sepertinya sisa hujan kemarin. Banyak daun-daun trembesi yang gugur mengotori permukaan tanah makam. Petugas makam mungkin lupa membersihkan atau memang sengaja dibiarkan agar anak cucu Sohibul makam lebih peduli dan punya inisiatif untuk menyapu dan memungut dedaunan itu.  Hari ini, sehari menjelang Ramadan. Banyak orang membawa tas kresek berisi bunga tabur. Rasanya memang tidak lengkap jika sowan dengan tangan kosong. Orang-orang sibuk berdoa, melanjutkan harapan-harapan baik untuk sanak keluarga yang sudah lebih dulu "pulang" ke kampung asal. Alam ruh, barzah.  Simbahku telah lama berpulang. Mungkin "di sana" beliau juga sedang bersiap menyambut datangnya ramadan. Bulan dilipatgandakannya segala ...

NEGERI HALIMUN

Sumber gambar: pixabay.com Kawanan Zebra berlari di jalanan. Ada pula Gajah, Badak, Serigala, yang memenuhi jalan. Ia    mengucek matanya. Seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Di dalam rumah-rumah pun sama. “Ini tidak benar, ini hanya mimpi.” Ia mencubit lengan kemudian menampar pipinya. Terasa sakit. Kenapa semuanya tiba-tiba berubah dalam sekejap? apa yang terjadi sebenarnya? Berbagai pertanyaa n berjejal memenuhi otak dan menuntut jawaban. Tanah yang ia pijak masih normal , tidak berubah menjadi lahar atau padang pasir. Rumah-rumah pun masih tampak seperti biasa. Tidak ada yang berubah. Tapi ke mana mereka? Ke mana semuanya? Ada apa dengan kota ini. Atau pertanyaannya, apa yang terjadi dengan diriku?

PANDEMI PERGI, KAMI BERANGKAT

Hidup adalah perjalanan, maka sering-seringlah berjalan. Melangkahkan kaki, melihat dunia. Kemudian ukuran perjalanan, bukanlah seberapa jauh jarak yang kita tempuh. Melainkan seberapa banyak pelajaran dan hikmah yang kita dapat. Kemudian dengan itu, dapat merubah cara pandang kita menjadi lebih baik dan lebih luas. Melihat sawah di belakang rumah, berkunjung ke pasar, berziarah ke makam juga merupakan sebuah perjalanan. Tak perlu tergesa berpikir terlalu jauh untuk piknik ke luar negeri dan menjadi turis—meskipun ini juga menjadi cita-cita saya. Mulai saja dari yang dekat. Seratus meter, dua ratus meter dari rumah untuk mengenal keadaan sekitar, menggerakkan badan dan pikiran. Sebab, salah satu esensi sebuah perjalanan adalah bergerak, ‘membaca’ dan mengenal. Melihat dan mendengar. Kita belajar. Tholabul ilmi. Kita belajar dari mana saja. Dari apa yang kita lihat, dengar dan rasakan. Dan alam yang luas ini, salah satu guru terbaik. Alam takambang menjadi guru, kata salah satu pepatah...