Kisah Cinta dalam
Perjuangan
Sekilas Cinta Bersenyawa. Gronggong lama yang berarti Sidorejo kini.
Di sebuah Desa kecil di ujung barat Surabaya. Desa yang
tenteram. Dengan tanah yang subur dan sumber air yang banyak, hasil pertanian pun
menjadi melimpah. Membuat kehidupan warga desa berkecukupan.
![]() |
Tuan Meener dan Ki Demang beserta anak buahnya |
Diwarung kecil dekat perbatasan kampung, kawan-kawan
Sidowongso sedang antusias menceritakan keadaan kampungnya kepada Sidowongso.
Mereka senang sekali melihat Sidowongso telah kembali. Perjumpaan kembali usai
lima tahun berpisah membuat mereka bernostalgia saling bercerita tentang masa
kecil masing-masing. Hingga mereka bertanya apa saja yang dilakukan Sidowongso
lima tahun Di puncak Arjuno. Kemudian Sidowongso berpesan kepada kawan-kawannya
bahwa sesuai ilham yang diterima oleh gurunya, kampung ini akan mendapat
bencana. Ia mengingatkan kawannya agar waspada. Dan Ia berencana untuk melatih
seluruh anak muda kampungnya dengan ilmu silat. Agar ketika bencana itu datang
dapat diantisipasi.
Di lain pihak, di kediaman Ki Demang Ronggo Kusumo. Rumah
yang sejuk. Dengan halaman yang luas. Di depan rumah terdapat pendopo untuk
menerima tamu dan menampung semua aspirasi dari warga kampung. Di teras rumah, Ki
Demang sedang asyik bercengkerama dengan istri dan putrinya yaitu Retno
Rejowati. Sang putri merupakan gadis yang cantik jelita. Bagai bunga yang baru
mekar, ia harum semerbak. Ia menjadi gadis tercantik di Kademangan ini.
Ki Demang sedang menceritakan keadaan satu-persatu kampung
di Kademangan yang dipimpinnya. Tapi ada satu kampung yang tidak mau tunduk
pada aturan yang dibuatnya. Terutama pada masalah pajak. Yaitu kampung halaman Sidowongso.
Ki Demang sangat membenci Sidowongso. Sebab, Sidowongsolah yang memerintahkan
warga kampungnya untuk tidak membayar pajak. Karena memang, pajak yang dipungut
terlalu tinggi. Ki Demang juga menanyakan perihal putrinya yang mulai beranjak
dewasa.
Dan bencana itu datang. Tak disangka, kedatangan Kompeni ke
Kademangan ini lebih cepat dari dugaan Sidowongso. Satu orang perwira dan dua
orang prajuritnya pagi-pagi sekali bertamu ke rumah Ki Demang. Saat itu Ki Demang
masih bercengkerama dengan sang istri dan putrinya. Tidak sekedar bertamu,
kedatangan Kompeni ke rumah Ki Demang punya maksud lain yaitu untuk menguasai
kampung diseluruh Kademangan ini. Awalnya Ki Demang menolak ketika sang Perwira
mengutarakan maksudnya. Tapi setelah diberi berbagai macam hadiah dan diancam
bahwa Kompeni memiliki senjata canggih dan pasukan tentara yang kuat. Jika Ki
Demang tidak menurut, keselamatan keluarganya akan terancam. Maka Ki Demang pun
luluh dan menuruti keinginan Kompeni.
Usai Kompeni pulang dari rumah Ki Demang. Putri Ki Demang, Retno Rejowati yang ternyata
sedari tadi menguping pembicaraan ayahnya dengan Kompeni. Ia tidak setuju
dengan tindakan ayahnya yang mendukung Kompeni. Menurutnya, Kompeni layaknya
perampok yang ingin menguasai wilayahnya yang tak pantas dihormati. Terjadilah
perdebatan sengit dengan ayahnya. Hingga Ki Demang marah dan menampar sang
putri.
Di sebuah warung. Kawan-kawan Sidowongso sedang ngopi dan
bersantai usai bekerja di sawah. Mereka sedang ngobrol perihal rencana
Sidowongso untuk mengusir Kompeni. Tapi mereka tak sadar bahwa disitu ada anak
buah Ki Demang yang memang ditugaskan untuk memata-matai. Mendengar pembicaraan
mereka. Hingga anak buah Ki Demang ingin menangkap mereka. Terjadilah
perkelahian. Hingga satu kawan Sidowongso tertangkap dan digiring menuju
Kademangan. Satunya lolos dan melaporkan kejadian ini kepada Sidowongso.
Sidowongso pun bergegas menyusul anak buah Ki Demang. Di
tengah perjalanan menuju rumah Ki Demang, Sidowongso berhasil menyusul
mereka. Terjadilah perkelahian. Sidowongso dapat dengan mudah mengalahkan
mereka. Mereka pun lari terbirit-birit dan melepaskan kawan Sidowongso yang
disandera tadi. Anak buah Ki Demang pun sampai di rumah Ki Demang, dan
melaporkan kejadian tadi. Kebetulan Meener Kompeni juga berada disitu dan ikut
menjadi emosi. Namun Ki Demang berhasil menenangkan sang Meener dan akan
mengirim utusan kepada Sidowongso agar Sidowongso menghentikan usahanya untuk
menentang Kompeni.
![]() |
Bimskalabim and Friends |
Di lain pihak, Ki Demang mengutus seorang anak buahnya untuk
menemui Sidowongso. Berangkatlah utusan ini ke kediaman Sidowongso. Kemudian
sampailah ia ke tempat Sidowongso, bertemu dengan kawan-kawan Sido. Mereka
mengantar utusan ini menemui Sidowongso. Sang utusan sebenarnya merasa takut.
Khawatir jika dirinya nanti akan dibunuh oleh Sidowongso. Sebab, ia membawa
pesan dari Ki Demang bahwa Sidowongso dan kawan-kawannya harus menyerah dan
tunduk di bawah kekuasaan Kompeni. Tapi setelah ia bertemu dengan Sidowongso,
ia disambut dengan hangat seperti layaknya tamu. Tidak sekasar tadi waktu
bertemu kawan-kawan Sidowongso. Sido hanya tersenyum saja mendengar pesan yang
disampaikan. Usai mengatakan pesannya, utusan ini dipersilakan pulang. Tapi
sebelum itu, Sidowongso ganti menitipkan pesan untuk Ki Demang. bahwa Ia dan
kawan-kawannya tidak akan menyerah hingga Kompeni terusir dari tanah
kelahirannya.
Kepulangan sang utusan tadi disambut kemarahan oleh Ki
Demang dan Meener Kompeni. Jawaban Sidowongso dianggap melecehkan dan merupakan
sebuah tantangan untuk berperang. Maka Ki Demang dan Kompeni bersiap
mengumpulkan seluruh prajurit untuk menggempur kampung Sidowongso. Esok lusa
mereka akan berangkat. Dengan kekuatan tempur penuh untuk menghanguskan seluruh
kampung.
Usai utusan Ki Demang pulang, Sidowongso bergegas menemui
Gurunya. Ia sudah berfikir bahwa Ki Demang dan Kompeni pasti tidak akan tinggal
diam. Mereka pasti sakit hati atas jawaban Sidowongso. Bertemulah Sidowongso
dengan Sang Guru. Setelah Sido menyampaikan keluh-kesahnya, Sang Guru pun
memberikan nasehatnya. Bahwa memang perang ini harus terjadi. Perang ini adalah
perang suci antara kebenaran dan kejahatan. Maka, pilihannya hanya ada dua,
yaitu menang atau mati syahid. Kemudian Sang Guru memberikan restunya. Tak lupa
pula Sidowongso dibekali senjata. Sebilah keris sakti yang telah lama disimpan
oleh gurunya.
Usai bertemu gurunya, Sidowongso menyiapkan kawan-kawannya
untuk berperang. Tak ketinggalan, para wanita dan anak-anak telah diungsikan
terlebih dahulu. Sidowongso berpesan kepada kawan-kawannya sesuai nasehat yang
telah diucapkan oleh gurunya. Bahwa perjuangan ini harus sampai pada titik
darah penghabisan. Menjadi teguhlah kalian dalam pribadi Rajawali. Hingga
kemenangan akan kita raih. Rawe-rawe rantas malang-malang putung. Merdeka atau
mati. Ucapan Sidowongso menggelorakan api semangat kawan-kawannya. Dan upaya
untuk berperang telah siap.
Keesokan paginya, Ki Demang beserta Kompeni dan semua
prajurit dengan senjata lengkap berangkat. Tak lama berselang mereka pun
sampai. Di depan mereka dengan jarak dua puluh tombak, berdiri berjajar para
pasukan Sidowongso dalam keadaan siaga tempur. Ki Demang menyuruh untuk
terakhir kalinya agar Sidowongso menyerah sebelum perang terjadi. Sidowongso
menjawab bahwa ia tetap tidak akan menyerah sebelum Kompeni terusir dari tanah
ini.
Maka perang pun tak dapat terelakkan. Saling serang diantara
para prajurit. Hingga yang tersisa hanya empat orang. Ki Demang dan sang
Meener. Sidowongso dan seorang kawannya. Maka mereka berduel satu lawan satu.
Ki demang menghadapi Sidowongso dan Meener menghadapi kawan Sido. Sang meener
dan kawan Sido pun gugur sampyuh. Tersisa hanya Sidowongso dan Ki Demang.
ternyata Ki Demang adalah pendekar sakti yang pilih tanding. Sidowongso
kewalahan. Beberapa kali terkena pukulan dan tendangan. Daya tahan tubuhnya lah
yang mampu membuatnya bertahan sejauh ini. Hingga suatu ketika ia terdesak. Ki
Demang bersiap menusukkan kerisnya ke dada Sido. Tiba-tiba…muncullah Rejowati
berlari menghadang tusukan keris Ki Demang dengan tubuhnya. Menjadi lunturlah
kesaktian Ki Demang. Sebab, ia telah keliru dan membunuh putrinya sendiri.
Melihat pujaan hatinya sekarat, kemarahan Sidowongso pun
menjadi-jadi. Kekuatannya pulih kembali. Hingga ia mampu mengalahkan Ki Demang
dan membunuhnya. Tapi Sidowongso pun terluka parah. Ia juga sekarat. Ia
merangkak ke arah Rejowati. Diangkatnya kepala Rejowati ke pangkuannya. Dalam
pangkuan, Rejowati mengungkapkan segala yang dirasakannya. Begitu pun dengan
Sido wongso. Bahwa mereka saling mencintai. Meninggallah mereka berdua. Cinta
mereka tidak bersatu di bumi. Tapi bertemu dan berbuah di langit. Kelak tanah
ini akan dinamai oleh nama mereka berdua. Yaitu SIDOREJO.
(Kisah ini hanyalah rekaan, bukan cerita asli asal usul
kampung Sidorejo. Cerita ini diilhami oleh Karang Taruna RW.01 Sidorejo, untuk
menggugah semangat anak-anak muda kampung ini. Kisah ini menjadi lakon
pementasan drama musical untuk memperingati HUT RI ke-71. Alhamdulillah, acara berjalan lancar).
Komentar
Posting Komentar