Langsung ke konten utama

Makan Sambil Pegang Ponsel

Beberapa tahun belakangan ini aktivitas orang memegang ponsel semakin sering atau bahkan ponsel dijadikan teman setia. Saya sendiri bahkan, tak luput dari virus candu ponsel. Apalagi sejak kemunculan ponsel pintar yang sekarang didominasi oleh OS android. Dengan fitur-fitur yang ada di dalamnya, sangat memanjakan kita. Sampai-sampai tanpa sadar kita bisa lupa waktu kalau sedang asyik berselancar di dunia maya.



sumber gambar : google
Tak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi begitu pesat, khususnya ponsel. Belum genap satu semester telah muncul model baru yang lebih canggih. Maka, kini ponsel telah naik peringkat menjadi kebutuhan primer. Kalau dulu mungkin kita tak begitu menghiraukannya meskipun kita tak punya yang namanya ponsel. Tapi kini zaman telah berubah, ponsel seakan menjadi salah satu kebutuhan wajib yang harus ada. Jika tidak, maka kita akan ketinggalan banyak hal. Banyak orang yang berkata bahwa dengan adanya ponsel maka bisa mendekatkan yang jauh. Jarak yang jauh tak menjadi hambatan untuk berkomunikasi.

Keberadaan ponsel pintar telah mengubah gaya hidup kita. Disadari ataupun tidak, kita sangat butuh itu saat ini. Apalagi ditambah dengan berkembangnya sosial media di internet. kita jadi semakin kerap berkunjung ke sana. Memang ada baiknya dengan hadirnya sosial media. Namun di samping itu muncul juga dampak negatif sosial media. Salah satu dampak negatif sosial media adalah menjauhkan yang dekat. Seseorang yang terlalu sibuk berselancar di sosial media akan kehilangan banyak hal di dunia nyata. 


sumber gambar: google
Suatu ketika saya melihat orang makan di warung atau cafe. Tangan kanannya memegang sendok dan tangan kirinya memegang ponsel. Matanya fokus ke layar ponsel. Sambil makan ia sibuk ber sosmed ria. Tak ada yang salah memang, itu urusan dia. Namun di sini saya akan melihat dari sudut pandang kenikmatan. Saat makan, rasa makanan itu hanya sampai di tenggorokan. Jika sudah melewati kerongkongan, selebihnya sudah tak terasa apa-apa lagi. Sungguh sangat disayangkan apabila di saat makan terkadang kita lupa berdoa dan ditambah lagi kita tak bisa merasakan nikmatnya makanan tersebut. 

Makanan yang terhidang di depan kita sudah selayaknya kita perlakukan dengan baik. seperti halnya tamu yang datang, kita sambut dengan baik. Makanan pun punya hak untuk dihormati agar kenikmatan itu berbuah keberkahan dari Tuhan. Tinggalkanlah sejenak dunia mayamu. Taruhlah sejenak ponselmu. Facebookmu, twittermu, instagrammu, youtubemu, dan sosial mediamu yang lain tak akan kemana-mana. Namun makanan yang terhidang di mejamu adalah rezeki dariNYA. Pikirkanlah itu. 

Berhentilah memegang ponsel di saat makan. Atau matikan sejenak ponselmu, itu lebih aman. Tak akan ada yang mengganggu acara makanmu. Maka makananmu akan terasa lebih nikmat. Dan semoga beroleh keberkahan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NYEKAR DI MAKAM SIMBAH

Pagi ini sehabis subuh. Aku dan kakak sepupuku sepakat untuk berangkat ke Nganjuk. Kami ingin nyekar/ berziarah ke Makam simbah. Harusnya kemarin aku pulang, tetapi tidak jadi. Maka, pagi inilah rencanaku berhasil kuubah menjadi kenyataan.  Makam desa ini tanahnya becek sepertinya sisa hujan kemarin. Banyak daun-daun trembesi yang gugur mengotori permukaan tanah makam. Petugas makam mungkin lupa membersihkan atau memang sengaja dibiarkan agar anak cucu Sohibul makam lebih peduli dan punya inisiatif untuk menyapu dan memungut dedaunan itu.  Hari ini, sehari menjelang Ramadan. Banyak orang membawa tas kresek berisi bunga tabur. Rasanya memang tidak lengkap jika sowan dengan tangan kosong. Orang-orang sibuk berdoa, melanjutkan harapan-harapan baik untuk sanak keluarga yang sudah lebih dulu "pulang" ke kampung asal. Alam ruh, barzah.  Simbahku telah lama berpulang. Mungkin "di sana" beliau juga sedang bersiap menyambut datangnya ramadan. Bulan dilipatgandakannya segala ...

NEGERI HALIMUN

Sumber gambar: pixabay.com Kawanan Zebra berlari di jalanan. Ada pula Gajah, Badak, Serigala, yang memenuhi jalan. Ia    mengucek matanya. Seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Di dalam rumah-rumah pun sama. “Ini tidak benar, ini hanya mimpi.” Ia mencubit lengan kemudian menampar pipinya. Terasa sakit. Kenapa semuanya tiba-tiba berubah dalam sekejap? apa yang terjadi sebenarnya? Berbagai pertanyaa n berjejal memenuhi otak dan menuntut jawaban. Tanah yang ia pijak masih normal , tidak berubah menjadi lahar atau padang pasir. Rumah-rumah pun masih tampak seperti biasa. Tidak ada yang berubah. Tapi ke mana mereka? Ke mana semuanya? Ada apa dengan kota ini. Atau pertanyaannya, apa yang terjadi dengan diriku?

PANDEMI PERGI, KAMI BERANGKAT

Hidup adalah perjalanan, maka sering-seringlah berjalan. Melangkahkan kaki, melihat dunia. Kemudian ukuran perjalanan, bukanlah seberapa jauh jarak yang kita tempuh. Melainkan seberapa banyak pelajaran dan hikmah yang kita dapat. Kemudian dengan itu, dapat merubah cara pandang kita menjadi lebih baik dan lebih luas. Melihat sawah di belakang rumah, berkunjung ke pasar, berziarah ke makam juga merupakan sebuah perjalanan. Tak perlu tergesa berpikir terlalu jauh untuk piknik ke luar negeri dan menjadi turis—meskipun ini juga menjadi cita-cita saya. Mulai saja dari yang dekat. Seratus meter, dua ratus meter dari rumah untuk mengenal keadaan sekitar, menggerakkan badan dan pikiran. Sebab, salah satu esensi sebuah perjalanan adalah bergerak, ‘membaca’ dan mengenal. Melihat dan mendengar. Kita belajar. Tholabul ilmi. Kita belajar dari mana saja. Dari apa yang kita lihat, dengar dan rasakan. Dan alam yang luas ini, salah satu guru terbaik. Alam takambang menjadi guru, kata salah satu pepatah...